JURNALSUKABUMI.COM – Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan berbicara blak-blakan seputar kondisi pertumbuhan ekonomi. Tim jurnalsukabumi.com berkesempatan mewawancari Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Gerindra ini. Berikut hasil petikan sesi tanya-jawabnya:
Pertanyaan:
BPS merilis angka pertumbuhan Indonesia. Pada tahun berjalan, pertumbuhan ekonomi sampai 9 bulan ini mencapai 5,04 persen. Tampaknya masih jauh mengejar target 5,3% dalam APBN 2019. Komentar Anda?
Jawaban:
Ekonomi Indonesia triwulan III-2019 dibanding triwulan III-2018 (y-o-y) tumbuh sebesar 5,02%. Dari sisi lapangan usaha, sektor industri pengolahan masih memberi kontribusi terbesar,sebanyak 0,86%. Dari sisi pengeluaran,konsumsi rumah tangga juga masih yang terbesar, sebanyak 2,69%.
Namun, sumbangan keduanya dapat merosot pada triwulan-triwulan berikutnya. Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2019 (y-o-y) sebesar 5,02% dihitung dari kenaikan nilai PDB harga konstannya (Rp2.818,9 triliun) dibandingkan dengan Triwulan III-2018 (Rp2.684,2 triliun). Sedangkan pertumbuhan kumulatif (c-to-c), yang merupakan perbandingan nilai kumulatif dari Januari hingga September, tercatat 5,04%.
BACA JUGA: Apa Itu Omnibus Law? Ini Penjelasan Legislator Senayan
Pertanyaan:
Perkiraan pertumbuhan ekonomi setahun kumulatif dan sektor apa saja yang mendongkraknya?
Jawaban:
Selama setahun kumulatif nanti diprakirakan hanya tumbuh sebesar 5,0%. Itu pun berisiko lebih rendah, hingga di kisaran 4,9%. Indikasinya antara lain dari fakta bahwa pertumbuhan III-2019 secara tahunan dan secara kumulatif merupakan yang terendah dalam empat tahun terakhir.
Tidak perlu lagi bermimpi mencetak pertumbuhan ekonomi 5,3%. Waktu tinggal 2 bulan lagi. Sulit mengejar. Indikatornya, pajak masih tersendat di angka Rp. 1.000 triliun dari target Rp. 1.577,56 triliun. Hanya konsumsi rumah tangga saja yang masih menunjukkan geliat. Porsinya dalam total perekonomian mencapai 56,52 %.
Disusul investasi 32,32 %, ekspor barang dan jasa sebesar 18,75 %, impor 18,81 %, konsumsi pemerintah sebesar 8,36 %, komponen perubahan inventori sebesar 1,52 %, dan komponen konsumsi lembaga non profir rumah tangga 1,25 %.
Pertanyaan:
Bisa disebutkan konstribusi konsumsi rumah tangga dengan konsumsi pemerintah, Pak?
Jawaban:
Lihat saja perbandingan konstribusi konsumsi rumah tangga dengan konsumsi pemerintah. Sangat jomplang. 56,52 % versus 8,36%. Di sini menggambarkan, rakyatlah yang menolong pemerintah. Bukan pemerintah yang menolong rakyat.
Pemerintah harus sadar diri, jika tidak ditopang konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi bisa nyungsep. Oleh karena itu pemerintah harus menghentikan kebijakan pengetatan. Rakyat harus diberi banyak ruang agar bisa terus melakukan pembelanjaan.
Pertanyaan:
Kondisi daya beli rakyat akhir-akhir seperti apa? Lalu, langkah kongkrit pemerintah untuk menopang pertumbuhan ekonomi agar daya beli rakyat tidak menurun?
Jawaban:
Tindakan kongkritnya untuk saat ini, batalkan kenaikan iuran BPJS, cukai dan sejumlah kenaikan lainnya. Karena bila semua dinaikkan maka akan mengakibatkan daya beli rakyat semakin melemah. Padahal saat ini konsumsi rakyatlah yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Sementara pemerintah masih dirasakan gagal menggenjot investasi, ekspor, dan belanja pemerintah.
Pertanyaan:
Terkait BPJS, Pak. Apa yang sebaiknya yang harus pemerintah lakukan?
Jawaban:
Soal BPJS sebaiknya pemerintah tidak perlu menaikkan iuran BPJS. Cukup dilakukan perbaikan pengelolaan terutama menyangkut besaran subsidi yang dikucurkan. Menurut UU SJSN dan UU BPJS, pemerintah hanya diamanatkan memberikan subsidi iuran kepada rakyat miskin yang menurut BPS jumlahnya hanya 25,14 juta orang. Faktanya, pemerintah memberikan subsidi kepada 96 juta orang. Jadi carut-marut BPJS penyebabnya adalah pemerintah sendiri yang tidak mentaati amanat UU.
Pertanyaan:
Jawa masih jadi kontributor raksasa terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dengan menyumbang 59,15%. Diikuti Sumatera 21,14%, Kalimantan 7,95%, dan Sulawesi 6,43%. Kapan kawasan timur Indonesia ikut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional?
Jawaban:
Dapat dimaklumi jika struktur perekonomian masih didominasi oleh Pulau Jawa sebesar 59,15 %. Kemudian diikuti Sumatra 21,14 %, Kalimantan 7,95%, Sulawesi 6,43 %, Bali dan Nusa Tenggara 3,06%, serta Maluku dan Papua 2,27%, karena sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di Pulau Jawa.
Pemerintah sejatinya sudah mulai mencoba melakukan pemerataan pembangunan, proyek infrastruktur yang dilakukan di luar Jawa juga terkait rencana pemindahan Ibu Kota Negara, tentunya akan memiliki dampak untuk jangka panjang dan dibutuhkan waktu lebih untuk mengubah struktur perekonomian secara spasial.
Pertanyaan:
Apa yang diharapkan dengan adanya pemerataan infrastruktur?
Jawaban:
Diharapkan adanya infrastruktur bisa menarik investasi walaupun masih harus berkutat dengan catatan atas perbaikan dan sinergi administrasi di tiap Kementerian dan Lembaga (K/L) yang selaras dengan peraturan daerah, guna mengurangi gap konstribusi antara Jawa dan luar Jawa, terutama Indonesia Timur. (***)
Discussion about this post