JURNALSUKABUMI.COM – Situs Batu Kujang di Kampung Tenjolaya Girang, Desa Cisaat, Kecamatan Cicurug, menjadi sorotan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disbudpora) Kabupaten Sukabumi.
Situs ini diduga merupakan peninggalan tradisi megalitik yang digunakan untuk ritual pemujaan arwah leluhur pada masa lampau.
Kepala Disbudpora Kabupaten Sukabumi, Yudi Mulyadi, menegaskan pentingnya penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah situs ini berasal dari masa pra-sejarah atau dari era klasik Hindu-Buddha di Kerajaan Sunda Kuna.
Ia menyebutkan bahwa dalam berbagai kitab kuno Sunda, seperti Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian dan Carita Parahyangan, disebutkan adanya bangunan suci berbentuk punden berundak, yang mirip dengan struktur di Batu Kujang.
“Menentukan sebuah situs itu berasal dari masa pra-sejarah atau dari periode klasik Hindu-Buddha harus melalui metode dating atau penanggalan. Yang pasti, Batu Kujang merupakan peninggalan berciri megalitik,” kata Yudi.
Dibandingkan dengan Situs Tugu Cengkuk di Kecamatan Cikakak, yang telah diteliti berasal dari abad ke-2 atau ke-3 Masehi, Batu Kujang kemungkinan lebih muda. Menhir yang ditemukan di Batu Kujang juga memiliki bentuk lebih halus dibandingkan menhir di Situs Tugu Gede Cengkuk.
Terkait fungsinya, Yudi menegaskan bahwa Batu Kujang lebih cenderung sebagai tempat ritual dan penguburan, bukan permukiman. Hal ini didasarkan pada tidak ditemukannya artefak seperti gerabah atau alat batu yang biasanya menjadi indikasi kawasan permukiman.
Selain itu, keberadaan Batu Jolang yang dalam arkeologi dikenal sebagai sarkofagus menguatkan dugaan bahwa situs ini memiliki fungsi penguburan. Meskipun berkembang cerita di masyarakat bahwa Batu Jolang pernah digunakan sebagai tempat pemandian calon raja, Yudi menyebut belum ada bukti arkeologis yang mendukung klaim tersebut.
Saat ini, Batu Kujang masih berstatus sebagai Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB). Di Kabupaten Sukabumi sendiri, terdapat sekitar 1.200 ODCB yang telah terinventarisasi. Namun, hingga kini belum ada peninggalan arkeologi yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya, karena tim ahli cagar budaya di daerah ini belum terbentuk.
“Kami terus mendorong penelitian lebih lanjut agar situs seperti Batu Kujang dapat ditetapkan sebagai Cagar Budaya, sehingga pelestariannya bisa lebih optimal,” ujar Yudi.
Ke depan, Disbudpora berkomitmen untuk terus mengupayakan sertifikasi ahli cagar budaya dan melakukan kajian arkeologi yang lebih mendalam.
“Pelestarian warisan sejarah seperti Batu Kujang menjadi langkah penting dalam menjaga identitas budaya dan sejarah Sukabumi untuk generasi mendatang,” tandasnya.
Reporter: Ilham Nugraha | Redaktur: Ujang Herlan
Discussion about this post