JURNALSUKABUMI.COM – Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan wujud kegiatan yang dilakukan untuk mencapai Tri Dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. Universitas Muhammadiyah Sukabumi juga turut melaksanakan KKN Tematik yang mengusung tema “Sinergitas Pascapandemi”.
Sebanyak 539 mahasiswa disebar ke-8 kecamatan dan 30 desa di Kabupaten Sukabumi. Pelepasan peserta KKN telah dilaksanakan pada hari Senin 18 Juli 2022 dan dilaksanakan selama 40 hari hingga berakhir pada tanggal 26 Agustus 2022.
Desa Cicareuh, Kecamatan Cikidang Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu desa terpilih sebagai tujuan KKN Tematik Universitas Muhammadiyah Sukabumi.
Kelompok 33 merupakan kelompok yang menempati Desa Cicareuh dengan tema yang diusung yaitu eco tourism. Sebanyak 15 mahasiswa ditempatkan di Desa Cicareuh yang terdiri dari 10 program studi berbeda.
Sejak diterjunkan pada 18 Juli 2022 lalu, kelompok 33 telah melakukan survey untuk melihat potensi yang ada di Desa Cicareuh.
Setelah melakukan observasi, terdapat pabrik Gutta Percha Tjipetir yang cukup menarik perhatian. Pabrik tersebut merupakan pabrik peninggalan Belanda yang dibangun pada 1885.
Saat melaksanakan survey, tidak banyak orang yang tahu mengenai keberadaan pabrik Tjipetir ini. Padahal produk yang dihasilkan oleh pabrik ini sangat terkenal di pasar luar negeri pada masa kolonial Belanda.
Berdasarkan literatur sejarah yang ada, berdirinya pabrik Tjipetir didorong oleh pengenalan tumbuhan Gutta Percha ke Eropa pada tahun 1843 oleh William Montgomery. Sedangkan Gutta Percha atau lebih dikenal dengan karet oblong, merupakan pohon penghasil getah lateks yang sering digunakan untuk keperluan industri.
Getah tersebut diperoleh dengan cara ekstraksi daun atau penyadapan pohon. Getah Gutta Percha memiliki tekstur yang unik karena bentuknya akan melumer seperti karet elastis ketika dipanaskan, namun akan mengeras seperti plastik kokoh ketika didinginkan di suhu ruang.
Berdasarkan informasi yang didapat dari Yudi Rusmawan, ketua karang taruna setempat, Gutta Percha baru memasuki pasar dunia sekitar tahun 1856 setelah diketahui bahwa getah dari pohon tersebut dapat dijadikan sebagai bahan baku termoplastik alami.
“Gutta Percha sering dimanfaatkan dalam pembuatan beragam produk, seperti gips atau gigi palsu untuk dunia kedokteran, perabotan rumah tangga, dan pelapis kabel bawah laut di era teknologi telegraf ditemukan,” tutur Yudi, Rabu (17/8/2022).
Setelah diperkenalkan di eropa secara berangsur-angsur, gutta percha memasuki pasar dunia dan menjadi komoditas ekspor yang terkenal pada masa itu.
Melihat potensi yang dapat menguntungkan, pemerintah Kolonial Belanda kemudian mendirikan perkebunan Gutta Percha dan pabrik pengolahannya di Sukabumi, Jawa Barat.
“Produksi Gutta Percha sangat tinggi mengingat permintaannya pun terus meningkat. Hasil olahan Gutta Percha kemudian diekspor ke berbagai negara dengan menggunakan kapal laut,” jelasnya.
“Dalam kegiatan ekspor tersebut terdapat informasi yang menyebutkan adanya kapal yang tenggelam saat hendak mengangkut Gutta Percha. Setelah itu, ditemukan blok karet dengan nama Tjipetir di beberapa pantai Eropa,” tambahnya.
Sampai pertengahan abad ke-20, Gutta Percha tetap menjadi komoditas penting sampai pada akhirnya keberadaan Gutta Percha disaingi dengan bahan alternatif lain.
Pada tahun 1921 pabrik Tjipetir berhenti beroperasi akibat memudarnya pamor Gutta Percha. Saat itu ditemukan material sintetis plastik yang memiliki senyawa mirip dengan Gutta Percha, dengan harga yang jauh lebih murah.
Pabrik Gutta Percha saat ini dikelola oleh PTPN VIII dan masih beroperasi sesuai dengan permintaan. Produksi Gutta Percha tergolong rendah karena bahan baku menjadi semakin langka.
“Dari 1 ton daun Gutta Percha hanya menghasilkan 13 kg produk jadi, hal ini membuat harganya menjadi semakin mahal. Meskipun digantikan oleh bahan sintetis, penggunaan Gutta Percha masih dibutuhkan oleh dunia medis karena sifatnya yang berbahan alami dan dinilai lebih aman,” sambungnya.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa KKN Kelompok 33, pabrik Gutta Percha memiliki potensi wisata edukasi karena nilai sejarahnya yang tinggi. Akan tetapi tidak sembarang orang dapat mengunjungi pabrik Gutta Percha secara langsung. Terdapat prosedur dan izin yang harus dilalui untuk bisa mengunjungi pabrik Gutta Percha. Hal ini bertujuan untuk membatasi jumlah pengunjung agar dapat menjaga tempat tersebut.
Reporter: Ilham Nugraha | Redaktur: Mulvi Mohammad Noor
Discussion about this post