Oleh: Silmi Dhiyaulhaq
Awal tahun 2020 Indonesia mendapatkan bencana banjir di sejumlah daerah di Jabodetabek. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sembilan orang meninggal akibat bencana banjir dan longsor di awal tahun 2020. Para korban berasal dari Jakarta, Bogor dan Depok. “Banjir di awal tahun baru 1 Januari 2020 yang melanda wilayah Jakarta dan sekitarnya menyebabkan korban, kerusakan dan kerugian harta benda,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo dalam keterangan tertulis, Rabu, 1 Januari 2020.
Bencana di awal tahun harus menjadi refleksi dan harus disikapi dengan sabar dan optimisme. Namun ternyata, ada bencana yang lebih berbahaya bagi rakyat. Bencana tersebut berupa kenaikan berbagai tarif layanan publik pada tahun 2020 ini.
Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta telah meminta pemerintah segera mengevaluasi kebijakan kenaikan beberapa tarif pelayanan publik pada tahun 2020. Tarif pelayanan publik yang naik dimaksud diantaranya; tarif jalan tol, iuran BPJS Kesehatan, parkir, Damri, tiket kereta api (KAI) dan listrik. “Hendaknya kebijakan tarif pelayanan publik ini dapat dievaluasi kembali,” tutur Ketua HLKI Jawa Barat, Banten dan DKI, Firman Turmantara, Bandung, Selasa 7 Januari 2020.
Sudah kita ketahui bersama bahwa saat ini Indonesia menerapkan sistem ekonomi Kapitalisme. Dalam sistem Kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator saja, bukan sebagai pengayom. Dalam sistem ini, subsidi dipandang sebagai beban negara dan kemandirian rakyat adalah hal yang harus ada. Kemandirian merupakan kata-kata sihir yang membuai agar rakyat tidak merasa negara telah abai dengan urusan rakyatnya.
Tak heran bila penghidupan terasa semakin sulit bagi rakyat. Di sisi lain, ketika rakyat perlu pekerjaan, pemerintah malah memberikan lapangan kerja tersebut kepada asing. Kekayaan negeri yang melimpah diserahkan kepada asing melalui mekanisme membuka seluas-luasnya investasi asing. Sementara kita ketahui, ketika kekayaan alam itu dikelola oleh asing, maka pendapatan bagi negara tentu sangat sedikit.
Berbeda halnya bila dikelola sendiri oleh negara untuk kepentingan rakyat. Maka negara akan mendapatkan banyak pemasukan untuk menjalankan roda pemerintahan.
Pendapatan negara yang sangat sedikit sementara pembiayaan negara setiap tahun semakin meningkat. Ibarat besar pasak daripada tiang maka yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan peminjaman utang luar negeri. Dan utang merupakan jebakan-jebakan negara besar agar bisa terus mendapatkan hak investasi dan eksplorasi sumber daya alam di negeri ini. Utang akan menghilangkan kemandirian negara dan menjadikannya selalu bergantung kepada negara donor. Selain utang, pemasukan utama negara kapitalis adalah dari pajak. Segala apa yang bisa dipajak maka akan dipungut pajaknya. Maka rakyat pun semakin sengsara.
Pengaturan rakyat dengan sistem kapitalisme sangat berbeda dengan pengaturan rakyat menurut Islam. Dalam Islam, penguasa/pemerintah adalah raa’in (penggembala/pengayom) dan junnah (pelindung) bagi rakyat.
Penguasa dalam sistem Islam menjalankan pemerintahan dengan berorientasi menjamin terpenuhi kebutuhan dasar rakyat per individu dan tidak memberi peluang masuknya asing baik permodalan maupun orang kecuali dengan pertimbangan kebolehan syariat dan kemaslahatan rakyat, bukan malah merugikan kemaslahatan rakyat.
Penentuan upah buruh dalam Islam memang bukan dengan pematokan standar minimum sebagaimana mekanisme UMR saat ini, dimana UMR itu adalah standar minimum. Sampai kapanpun menjadi buruh tidak akan bisa sejahtera karena pendapatan yang dihitung adalah pendapatan minimum. Kesejahteraan rakyat ini bisa diwujudkan karena negara dalam Islam (baca: Khilafah) bertanggung jawab menjamin layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan secara berkualitas dan gratis. Begitu pula pemenuhan hajat air, energi/listrik dan bbm, jalan dan transportasi tidak akan dikapitalisasi seperti yang terjadi saat ini.
Perbedaan antara sistem kapitalisme dengan Islam dalam mengurusi urusan rakyat hendaknya membuat kita rindu dengan penerapan aturan Islam, bukan malah takut. Isu-isu negatif tentang Islam yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang diuntungkan dalam sistem kapitalisme semoga tidak menggoyahkan keimanan kita terhadap Islam dan kebaikan aturan Islam.
Allah SWT berfirman yang artinya: Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al A’raaf: 54) “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?.” (QS. Al Maidah: 50).
Wallahu’alam bishsshawab
Discussion about this post