JURNALSUKABUMI.COM – Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Sukabumi Raya, Rozak Daud menganggap reforma agraria belum ditempatkan sebagai fondasi pembangunan untuk kepemimpinan Kabupaten Sukabumi yang akan datang.
Anggapan tersebut berdasarkan dari agenda reforma agraria yang ada dalam visi misi para kandidat calon Bupati dan Wakil Bupati Sukabumi yang akan berebut suara pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
“Kita melihat kedua paslon sangat kaku membaca persoalan agraria sehingga tidak ada yang menjadikan agraria menjadi misi utama pemerintahan ke depan. Padahal potensi agraria di Sukabumi sangat besar menjadi sumber kehidupan masyarakat dan menjadi pendapatan daerah,” tegas Rozak Daud, kepada Jurnalsukabumi.com, Rabu (9/10/2024).
Padahal pemerintah telah menetapkan Perpres No. 62 Tahun 2023, sebelumnya ada Perpres Nomor 86 Tahun 2018. Perpres ini mengatur strategi-strategi yang akan dilakukan, yaitu: Legalisasi aset, Redistribusi tanah, Pemberdayaan ekonomi subjek Reforma Agraria (RA), Partisipasi masyarakat.
Dalam perpres tersebut diatur juga tentang kelembagaan yang mana bupati sebagai Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) tingkat kabupaten, Tugasnya mengoordinasikan penyediaan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dalam rangka penataan aset, sumber melakukan pemetaan sosial, memverifikasi memberikan usulan dan rekomendasi tanah sekaligus ditetapkan sebagai TORA oleh menteri.
“Jadi jangan kaku memahami masalah pertanahan memang kewenangan pemerintah pusat untuk penetapannya tetapi teknisnya adalah tugas pemerintah daerah. Bagaimana pemerintah pusat bisa mengeksekusi masalah agraria kalau pemerintah daerah melalui GTRA tidak ada niatan untuk merencanakan dalam program daerah,” imbuhnya.
Lanjut Rozak Daud, dan dalam perpres juga diatur tentang sumber pendanaan bisa dari APBN dan bisa dari APBD. Artinya secara konstitusi telah diberikan ruang yang terbuka untuk kepala daerah menata persoalan pertanahan serta mengangarkan pembiayaannya. Bahkan Tugas-tugas itu selama ini telah dikerjakan oleh organisasi tani tapi kurang mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah.
“Kalau agraria tidak masuk dalam visi misi utama paslon, maka kesejahteraan rakyat itu hanya mimpi belaka. Artinya tidak punya niatan yang tinggi untuk mensejahterakan rakyat. Memang ini soal keberanian dari calon. Kalau berani melakukan penataan agraria secara adil kepada rakyat maka akan berhadapan dengan pemilik modal,” jelasnya.
Bahakn, dirinya menilai tidak akan tercapai secara utuh visi misi itu sebagai target pembangunan kalau persoalan mendasar rakyat berkaiatan agraria tidak masuk dalam misi besar paslon. Peningkatan IPM itu tidak terlepas dari daya beli, daya beli akan tinggi kalau rakyat memiliki penghasilan, bisa memberi makan keluarga yang cukup dan bergizi, menyekolahkan anak di situlah standar IPM meningkat.
“Setelah ada kepastian hak atas tanah, rakyat bayar pajak menjadi pendapatan daerah dari pada HGU yang tidak aktif berarti pajak pun tidak ada. Ini bukan hanya soal kemauan dan niat tapi soal keberanian mengambil langkah yang tepat untuk kesejahteraan walaupun berhadapan dengan pemilik modal,” tutup Rozak Daud.
Redaktur: Ujang Herlan











