Oleh: Syamsul Hidayat
Percaya atau tidak, Korps Alumni HMI (Kahmi) di Sukabumi itu ada, wujudnya jelas, bentuk tubuhnya tidak gemuk tidak kurus, semua organ tubuhnya lengkap. Namun, libido sensitif kejama’ahannya belum bisa memuncak tersalurkan ke mana; keummatan, kerakyatan, duniawi, ukhrowi, dll.
The facto, keberadaan Kahmi mengikuti kehadiran HMI itu sendiri di Sukabumi sekitar tahun 80-an, selisih otomatis beberapa tahun setelahnya adalah mewujud menjadi entitas Kahmi. Rakanda Alm.Buya Sukandar dan Rakanda Wibazar beserta geng-nya adalah para founding father, (irham-hum ya Alloh, Alfatihah, 1 x).
Singkat cerita, tahun 2000-an baru Kahmi the jure menjadi Majelis Daerah, dengan di Imami dan disponsori oleh Rakanda H. Utom Bustomi, Rakanda Amriyasman, Rakanda Idang, Rakanda Rusdhiana serta beberapa tokoh lainnya, para founding father pun waktu itu masih ada. (sedih rasanya yang saya tulis namanya sudah tiada, Irham-hum ya Alloh, Alfatihah 1x).
Eksistensi organisasi Kahmi kemudian mulai terdengar, bergeliat membicarakan banyak hal dan oleh karenanya mulai dihitung oleh kalangan eksternal, walaupun secara sadar seiring berjalan waktu selama 20 tahun sampai sekarang hitungan eksternal tersebut sulit dijumlahkan.
Tapi alhamdulilah, paling tidak Kahmi Sukabumi dengan segala hiruk pikuknya terus berjalan menggelinding sampai pada Musda III besok lusa di Palabuhanratu. Kata seorang senior, menjadi anggota HMI adalah pilihan, sedangkan menjadi Kahmi adalah takdir, adalah benar adanya, bukan doktrin.
Maka idealnya jiwa alumni adalah responsible dimanapun berada dan dari kampus manapun dalam setiap event Kahmi karena seperti memenuhi panggilan takdir tersebut. Selain tentu belonging memenuhi takdir-takdir Kahmi sebagai pelanjut mision sacre. Kahmi ini hanyalah entitas sillaturahmi yang hanya lebih tinggi sedikit dari kelompok arisan, celoteh Rakanda Jusuf Kala dalam sambutan sebuah rakernas.
Maka, oleh karena ia lebih tinggi dari arisan, boleh dong bagi Kahmi membicarakan hal-hal penting bagi keummatan, kebangsaan, kedaerahan, dan kemajuan dunia sekalipun. Di ruang sebelah tempat saya ngopi semalam, ada yang membicarakan Anies Baswedan, Katanya, dia kahmi dan gubernur.
Saya pun jadi inget sama beberapa kawan, dia Kahmi dan kepala desa. Lantas, terbersit dalam hati apa saya harus menemui KPU dan bilang catatkan saya untuk ganti Bupati. Dalam pengamatan saya, pada zaman Alm Rakanda Utom, beberapa alumni dengan jabatan di pemerintahan berhasil mendinamisasi Kahmi, menarik Kahmi menjadi bahan perbincangan.
Mungkinkah situasi itu bisa terulang tentu dengan rancangan yang sesuai zaman. Mengingat hal tersebut, maka hasrat saya mengganti bupati semakin besar. Musda tidak ubahnya seperti ritual temporer, silaturahmi dan capaka-cipiki sembari melepas tawa dan tanya, handphoe masih yang dulu? Klasik kan?
Tentang judul di atas, silahkan buat narasinya sendiri, tulisan ini hanyalah jumlah khobariyah – du’aiyah dalam bentuknya yang rumit.
Yakusa
Selamat dan Sukses Musda III Kahmi Sukabumi
Discussion about this post