JURNALSUKABUMI.COM – Melisa gadis 18 tahun asal Kampung Cibangban RT 01/01, Desa Pasirbaru, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi mampu membuktikan di tengah keterbatasan hidup dan tanggung jawab besar di usia muda.
Melisa, atau yang akrab disapa Imel, lahir pada 21 Januari 2007. Ia memulai pendidikannya di MI Cibangban lalu melanjutkan ke SMP Risalatul Ummah. Namun, perjalanan pendidikannya terhenti setelah SMP.
Imel tidak bisa melanjutkan ke SMA karena keterbatasan ekonomi. Selain itu, sejak kecil ia harus menjaga ibunya yang sakit menderita diabetes dan kehilangan penglihatan selama hampir sepuluh tahun.
Ibunya kini berusia sekitar 50 tahun, hanya bisa terbaring, dan sulit bergerak. Kondisi ini sudah dialami Imel sejak ia masih duduk di bangku MI. Sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara, Imel kini mengurus ibunya seorang diri di rumah, bersama seorang keponakan anak dari kakaknya yang bekerja di Bogor sebagai penjual ikan cue.
Kakaknya jarang pulang, biasanya hanya saat Lebaran atau akhir tahun. Satu anak dibawa bersamanya, sementara satu lagi tinggal bersama Imel.
Imel sempat berbicara pada kakaknya tentang keinginannya untuk melanjutkan sekolah, namun karena kondisi ekonomi dan tak ada yang bisa menjaga sang ibu, keinginan itu harus ditunda.
“Kalau nyewa orang jaga mama, enggak ada uangnya,” katanya.
Sang ayah yang kini berusia lebih dari 50 tahun hanya membantu kakaknya berjualan ikan. Sebelumnya usaha itu milik ayah, namun karena usia dan kondisi kesehatan, kini dikelola kakaknya.
Soal pengobatan, sang ibu pernah beberapa kali dirawat di rumah sakit dengan bantuan BPJS dan bantuan dari desa. Namun untuk berobat rutin sangat sulit, karena keterbatasan biaya, tidak ada yang bisa mengantar, dan banyak hal lain yang harus Imel urus di rumah.
“Jika ibunya dirawat, maka tidak ada yang menjaga keponakannya, termasuk mengantarnya sekolah,” tuturnya.
Kini, seharusnya Imel duduk di bangku kelas 3 SMA. Namun selama sembilan bulan terakhir, ia mengikuti kegiatan belajar melalui PKBM. Meski belajar mandiri di tengah situasi sulit, Imel berhasil meraih medali perak dalam Pekan Olimpiade Siswa Nasional (POSN) 2025, kategori Bahasa Indonesia.
Olimpiade tersebut dilaksanakan secara daring. Imel sempat gagal di percobaan pertama, namun bangkit dan kembali ikut lomba yang kedua dan berhasil.
“Ngerjainnya di HP, sebelumnya dikasih kisi-kisi dan membaca. Enggak ada latihan langsung,” kata Imel.
Kini ia masih menyimpan harapan untuk bisa berkuliah, meski ia sadar bahwa biaya dan tanggung jawab menjaga ibunya mungkin membuat impian itu sulit terwujud.
“Ada sih keinginan kuliah, tapi kayanya enggak mungkin. Kuliah mahal, terus enggak ada yang jagain mamah juga nantinya,” ungkapnya.
Di rumah yang kondisinya cukup memprihatinkan, atap bocor dan dinding terkelupas, Imel tetap tabah menjalani hidup. Ia mengurus ibunya yang hanya bisa terbaring, serta keponakannya yang harus diantar sekolah setiap hari.
“Semoga ke depan bisa lebih produktif ke hal positif. Harapan mama semoga bisa sembuh,” tutupnya.
Reporter: Ilham Nugraha | Redaktur:
Discussion about this post