JURNALSUKABUMI.COM – Dibukanya Bioskop Moviplex di Kota Sukabumi yang terus menuai sorotan dan tanggapan dari sejumlah pihak, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI) Dian Purwanti angkat bicara, kondisi seperti ini perlunya kebijaksanaan dalam menetapkan sebuah kebijakan publik. Agar kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Sukabumi, tidak menjadi kebijakan yang dikeluarkan karena kepentingan kelompok semata, melainkan kebijakan yang tepat dan berguna bagi kehidupan masyarakat.
“Keberadaan bioskop mungkin salah satu kebutuhan masyarakat Kota Sukabumi yang masuk skala prioritas dalam indikator indeks kebahagiaan masyarakat. Sehingga menjadi penting bagi pemerintah Kota Sukabumi untuk menyediakan layanan pengadaan bioskop. Keputusan meresmikan pembukaan bioskop ditengah merebaknya virus corona yang memprihatinkan dunia, dimana pemerintah pusat menginstruksikan untuk melakukan social distancing kepada seluruh warga negara, menurut saya sangat kurang bijaksana.” ungkap Dian, kepada jurnalsukabumi.com
Menurut Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sukabumi Dian Purwanti, upaya pemerintah memberlakukan social distancing atau pembatasan interaksi dengan jalan menjauhi perkumpulan, menghindari pertemuan massal, dan menjaga jarak antar manusia untuk mengurangi resiko penyebaran virus corona dan memutus rantai penyebarannya selama 14 hari, yang mengalihkan kegiatan kerja dari kantor ke rumah, merubah sistem belajar di sekolah menjadi belajar jarak jauh, bahkan menganjurkan ibadah dilakukan di dalam rumah saja. Akan menjadi sia-sia jika pada akhirnya anak-anak sekolah dan warga kota sukabumi justru berbondong-bondong mengunjungi bioskop.
“Disinilah perlunya kebijaksanaan, yaitu sifat dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, pemahaman, pengalaman, akal sehat dan wawasan yang dalam,” jelasnya.
Teori apa saja dalam menentukan kebijakan, Dian menjelaskan, proses pembuatan kebijakan terdiri dari lima tahap yakni, agenda setting, pada tahap inilah proses menimbang dan memilih aspirasi masyarakat dilakukan. Dimana pemerintah harus mampu memaknai apa sebenarnya yang menjadi kebutuhan prioritas masyarakat secara keseluruhan, bukan prioritas masyarakat secara kelompok atau golongan tertentu. Apakah kebijakan yang dirumuskan termasuk ke dalam urgensi atau memiliki tingkat kepentingan yang mendesak.
“Karena boleh jadi kebijakan yg akan ditetapkan masuk kategori prioritas namun tidak urgen untuk segera diberlakukan,” ungkap Dian, kepada jurnalsukabumi.com.
Selanjutnya, policy formulating, yaitu proses meramu kebijakan dan membahas kebijakan yang akan ditetapkan dalam sebuah forum khusus melalui proses dialog dan diskusi diantara para pemangku kebijakan, kemudian policy Adoption, sangat dimungkinkan pemerintah melakukan adopsi kebijakan dari negara maupun daerah lain yang dirasa cocok untuk diterapkan di wilayahnya serta policy Implementation, yaitu tahap penerapan sekaligus uji coba kebijakan. Pada tahap ini pemerintah memiliki peran mengawasi jalannya kebijakan yang diberlakukan di masyarakat. Pada tahap ini pemerintah juga harus melibatkan masyarakat untuk ikut mengawasi dan mempersilahkan masyarakat untuk memberikan kritik dan saran atas kebijakan yang ditetapkan.
“Yangb terakhir policy evaluation, pada tahap inilah evaluasi kebijakan dilakukan untuk menilai kebijakan yang telah diimplementasikan, menyangkut substansi, penerapan, dan dampak yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan tersebut. Sehingga pemerintah dapat melakukan perbaikan terhadap kebijakan publik yang telah diterapkan,” pungkansya.
Reporter: Hendi
Redaktur: FK Robbi
Discussion about this post