JURNALSUKABUMI.COM – Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto kembali menuai penolakan. Lingkar Kajian Kebangsaan (LKK) menyatakan sikap menolak keras usulan tersebut karena dinilai mencederai semangat Reformasi dan mengkhianati keadilan sejarah bangsa.
Penolakan itu disampaikan dalam diskusi publik daring bertajuk “Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto” yang digelar Minggu (9/11/2025) malam.
Acara menghadirkan dua pembicara utama, yaitu Peneliti IPRC Fahmi Iss Wahyudy dan Anggota DPR RI Komisi X Fraksi PDI Perjuangan Bonnie Triyana, dengan moderator Septian Hidayat.
Soeharto Dinilai Tak Layak Jadi Pahlawan
Peneliti IPRC Fahmi Iss Wahyudy menilai Soeharto tidak memenuhi kriteria sebagai pahlawan nasional karena memiliki catatan pelanggaran kemanusiaan dan korupsi sistemik selama masa pemerintahannya.
“Pahlawan sejati bukan hanya mereka yang membangun fisik bangsa, tetapi juga yang menjaga moral, kemanusiaan, dan kedaulatan rakyat,” ujar Fahmi.
“Tragedi kemanusiaan 1965–1966, korupsi sistemik, dan represi politik di bawah Soeharto menodai makna kepahlawanan.”
Fahmi menambahkan bahwa pengangkatan Soeharto tanpa pengakuan dan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu merupakan bentuk ketidakadilan sejarah.
“Tak ada rekonsiliasi tanpa kebenaran,” tegasnya.
Bonnie Triyana: Proses Pengajuan Sarat Kepentingan
Senada dengan Fahmi, Bonnie Triyana juga menolak pemberian gelar tersebut. Ia menilai mekanisme pengajuan gelar pahlawan kepada Soeharto cacat prosedural dan sarat kepentingan politik.
“Jabatan presiden itu jabatan publik. Ia dipilih rakyat untuk menjalankan tugas sesuai konstitusi. Kalau salah, ya harus dikritik. Mendesakralisasi jabatan publik bukan melecehkannya, tetapi menempatkannya dalam konteks demokratis,” ujar Bonnie.
Menurutnya, seorang pahlawan nasional tidak seharusnya memiliki catatan sejarah kelam yang mencederai nilai perjuangan. Ia juga menyinggung krisis 1997–1998 yang menunjukkan rapuhnya fondasi ekonomi Orde Baru.
“Apa yang dibangun selama puluhan tahun itu hanya seperti raksasa berkaki lempung,” tambahnya.
Bonnie menyebut pengajuan gelar pahlawan Soeharto juga tidak berasal dari aspirasi akar rumput dan tidak melalui kajian publik yang mendalam.
“Pengajuan yang dilakukan secara terburu-buru oleh Kementerian Sosial menimbulkan polemik dan patut dipertanyakan,” katanya.
Empat Alasan Penolakan
Dalam pernyataannya, LKK menegaskan empat alasan utama menolak pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional:
- Pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan, termasuk tragedi 1965–1966.
- Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sistematis dan menghancurkan fondasi ekonomi nasional.
- Penyimpangan ideologi dan nasionalisme, dengan menjauh dari semangat kerakyatan Bung Karno dan prinsip Trisakti.
- Rezim anti-demokrasi dan pembungkaman publik, termasuk pengekangan kebebasan pers dan manipulasi sejarah (de-Soekarnoisasi).
Seruan LKK
LKK mendesak pemerintah untuk mencabut usulan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dan mengajak masyarakat untuk terus mengawal kebenaran sejarah.
“Kita tidak bisa membangun masa depan bangsa dengan menutupi luka sejarah,” tutup pernyataan resmi LKK.
Redaktur: Ujang Herlan











