GMNI Sukabumi Raya: Soeharto Bukan Pahlawan, tapi Pemimpin yang Tak Pernah Diadili

Sabtu, 8 November 2025 - 15:20 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

JURNALSUKABUMI.COM – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sukabumi Raya menegaskan sikap ideologisnya menolak wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.

Melalui kajian bertema “Soeharto Bukan Pahlawan, Tetapi Pemimpin yang Tak Pernah Diadili”, yang digelar di Sekretariat GMNI Sukabumi Raya, Jumat (7/11/2025), organisasi mahasiswa berhaluan Soekarnois itu menilai Soeharto tidak memenuhi syarat moral dan hukum sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Kegiatan ini dipantik oleh Sekretaris Jenderal GMNI Sukabumi Raya Rifky Zulhadzilillah dan Wakabid Politik, Hukum, dan HAM Gilang Tri Buana, serta dihadiri oleh sejumlah kader dari berbagai komisariat.

Menilai Soeharto Menyimpang dari Nasionalisme Bung Karno

GMNI Sukabumi Raya berpendapat, nasionalisme ala Soeharto berbeda jauh dari nasionalisme pembebasan yang diajarkan Bung Karno.

“Nasionalisme Soekarno adalah nasionalisme pembebasan; nasionalisme Soeharto berubah menjadi nasionalisme penjinakan,” ujar Rifky Zulhadzilillah, dalam keterangan yang diterima jurnalsukabumi.com, Sabtu (8/11/2025).

Menurut mereka, Orde Baru menggeser semangat kerakyatan menjadi nasionalisme elitis yang lebih mengutamakan stabilitas politik dan investasi asing dibanding kesejahteraan rakyat.

Pengkhianatan terhadap Trisakti dan Cita-Cita Revolusi

GMNI menilai Soeharto telah mengingkari ajaran Trisakti Bung Karno, berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

“Ini bukan pembangunan bangsa, tapi pengkhianatan terhadap Trisakti,” tegas Gilang Tri Buana.

Menurutnya, politik luar negeri Orde Baru menjadi subordinatif terhadap Barat, ekonomi nasional bergantung pada utang luar negeri, dan kepribadian bangsa terkikis budaya konsumtif.

De-Soekarnoisasi dan Manipulasi Sejarah

GMNI juga menilai Soeharto menjalankan politik de-Soekarnoisasi dengan menghapus peran Bung Karno dalam sejarah nasional.

Mereka menyoroti tindakan penahanan rumah terhadap Bung Karno hingga wafat, pelarangan ajaran Marhaenisme di kampus, dan perubahan buku sejarah yang menonjolkan narasi kejayaan Orde Baru.

Rezim Otoriter dan Anti-Rakyat

Dalam pandangan GMNI, kekuasaan Soeharto berwatak otoriter dan anti-demokrasi.

“Pemilu semu, pembungkaman media, dan represi terhadap gerakan mahasiswa serta rakyat menjadi bukti bahwa kekuasaan saat itu tidak berpihak kepada rakyat,” kata Rifky.

Mereka menilai hal tersebut bertentangan dengan prinsip dasar nasionalisme kerakyatan Bung Karno.

Pembangunan Tanpa Kemandirian

GMNI menolak klaim keberhasilan pembangunan ekonomi Orde Baru. Menurut mereka, pertumbuhan saat itu bergantung pada utang luar negeri dan investasi asing.

“Pembangunan ala Soeharto hanya menguntungkan segelintir elit, bukan rakyat,” ujar Gilang.

Model ekonomi seperti itu, lanjutnya, menjauhkan Indonesia dari cita-cita berdikari yang diajarkan Bung Karno.

Keadilan Sejarah dan Pelanggaran HAM

GMNI menekankan bahwa pahlawan sejati bukan hanya mereka yang membangun fisik bangsa, tetapi juga menjaga moral, kemanusiaan, dan kedaulatan rakyat.

Tragedi kemanusiaan 1965–1966, korupsi sistemik, dan represi politik di masa Orde Baru dianggap mencoreng nilai kepahlawanan.

“Tak ada rekonsiliasi tanpa kebenaran,” tegas Rifky, menyinggung pentingnya pengungkapan pelanggaran HAM masa lalu sebelum membicarakan gelar kehormatan.

Sikap Akhir GMNI Sukabumi Raya

Melalui pernyataan ideologisnya, GMNI Sukabumi Raya menegaskan penolakan terhadap pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional karena:

  • Menyimpang dari nasionalisme Bung Karno.
  • Mengingkari konsep Trisakti.
  • Melakukan de-Soekarnoisasi dan manipulasi sejarah.
  • Mewujudkan rezim anti-demokrasi dan anti-rakyat.
  • Belum adanya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

“Pahlawan bukanlah mereka yang dipuja oleh kekuasaan, tetapi yang membebaskan rakyat dari penindasan. Soeharto bukan simbol kepahlawanan, melainkan cermin kegagalan bangsa dalam menegakkan keadilan sejarah,” tutup Rifky Zulhadzilillah.

Redaktur: Ujang Herlan

Berita Terkait

HUT ke-80, Brimob Salurkan Bantuan Alsintan, Wabup: Bukti Kedekatan dengan Masyarakat
MUI Dorong Pemasangan Foto KH. Ahmad Sanusi, Usulkan Museum dan Kurikulum Sejarah Lokal
Karang Taruna Ajak Teladani Semangat Perjuangan KH. Ahmad Sanusi
Distan Siapkan Traktor hingga Pompa Air, Bupati Tegaskan Gratis Tanpa Pungutan
Tanggap Darurat Bencana, Polisi Tekankan Sigap Cepat dan Tepat
KH. Ma’ruf Amin Dukung Penguatan Media Siber Nasional dan HPN 2026 di Banten
KH. Ma’ruf Amin Dukung Penguatan Media Siber Nasional dan HPN 2026 di Banten
Inovasi Perumda AMTJM: Pengolahan Air Hypo Chlorine, Bersertifikat Halal

Berita Terkait

Sabtu, 8 November 2025 - 15:20 WIB

GMNI Sukabumi Raya: Soeharto Bukan Pahlawan, tapi Pemimpin yang Tak Pernah Diadili

Sabtu, 8 November 2025 - 14:36 WIB

HUT ke-80, Brimob Salurkan Bantuan Alsintan, Wabup: Bukti Kedekatan dengan Masyarakat

Kamis, 6 November 2025 - 17:21 WIB

MUI Dorong Pemasangan Foto KH. Ahmad Sanusi, Usulkan Museum dan Kurikulum Sejarah Lokal

Kamis, 6 November 2025 - 16:54 WIB

Karang Taruna Ajak Teladani Semangat Perjuangan KH. Ahmad Sanusi

Kamis, 6 November 2025 - 08:43 WIB

Distan Siapkan Traktor hingga Pompa Air, Bupati Tegaskan Gratis Tanpa Pungutan

Berita Terbaru

HUKUM

Polisi Bongkar Modus Baru Pengedar Narkoba di Sukabumi

Jumat, 7 Nov 2025 - 17:24 WIB