JURNALSUKABUMI.COM – Warga Kota Sukabumi dan keluarga besar TNI tengah berduka. Andi Nurdin, seorang veteran militer berusia 93 tahun yang dikenal atas keberanian dan peran pentingnya dalam penumpasan tragedi G30S PKI, telah menghembuskan napas terakhirnya.
Setelah mengabdikan diri dalam operasi penumpasan gerakan G30S PKI, almarhum Andi Nurdin mendapat kehormatan untuk menjadi ajudan bagi Jenderal Besar TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution, seorang tokoh legendaris yang dihormati sebagai Bapak TNI Angkatan Darat.
Kabar duka ini disampaikan dengan penuh haru oleh putri tunggal almarhum, Andi Nurrohmah (67). Beliau menuturkan bahwa sang ayah wafat pada hari Sabtu, 17 Mei 2025, sekitar pukul 15.45 WIB di Rumah Sakit Bhayangkara Setukpa Polri Sukabumi, setelah berjuang melawan kondisi kesehatan yang terus menurun.
“Bapak memang sudah beberapa kali keluar masuk rumah sakit sejak Oktober lalu. Sempat pulang sebentar, namun minggu lalu kembali dirawat di RS Setukpa hingga siang kemarin. Beliau sempat terlihat sehat saat keluar dari ruang perawatan, berjalan sedikit ke depan. Namun, dengan riwayat tekanan jantung dan kaki membengkak, takdir berkata lain,” ujar Nurrohmah di rumah duka yang berlokasi di Jalan Pelda RE Suryanta no 24 RT 001 RW 005 Kelurahan Nangeleng, Kecamatan Citamiang, Kota Sukabumi, Sabtu (17/5/2025).
Sebagai anak semata wayang, Nurrohmah mengenang almarhum ayahnya sebagai sosok yang sangat tegas, disiplin, dan penuh kasih sayang. Sejak belia, ia dididik dengan nilai-nilai keberanian dan kemandirian dalam menghadapi kerasnya kehidupan.
Didikan sang ayah terbukti membuahkan hasil gemilang, mengantarkannya meraih gelar doktor dan mengabdikan diri sebagai dosen hingga masa pensiun di sebuah universitas ternama di Makassar.
“Bapak itu memang sosok yang sangat tegas dan disiplin. Meskipun saya seorang perempuan, saya dididik layaknya seorang anak laki-laki. Beliau selalu menekankan, sejak kecil, jika berkelahi dengan anak laki-laki, pantang untuk menangis. Prinsip utama beliau adalah menanamkan kedisiplinan, dan Alhamdulillah, berkat didikan beliau, saya berhasil menyelesaikan pendidikan hingga jenjang S3,” ujarnya.
Keteladanan almarhum dalam kedisiplinan juga tercermin dalam gaya hidupnya sehari-hari. Beliau dikenal sebagai sosok yang taat beribadah dan sangat selektif dalam menjaga kesehatan melalui pola makan yang teratur.
“Bapak itu sangat disiplin dalam segala hal. Beliau tidak pernah minum kopi atau teh, hanya air putih. Beliau juga tidak suka jajan sembarangan. Jika bepergian, beliau selalu memilih untuk makan di rumah,” ungkapnya.
Kenangan indah kembali terlintas di benak Nurrohmah saat menceritakan masa ketika ayahnya mengemban amanah sebagai ajudan Jenderal Besar AH Nasution. Penunjukan ini merupakan sebuah kehormatan besar, diberikan setelah Andi Nurdin menunaikan tugas negara dalam operasi penumpasan G30S PKI.
Saat itu, Jenderal Nasution menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Sebelum menjadi ajudan, karier militer Andi Nurdin sempat membawanya bertugas ke Riau pasca-peristiwa kelam G30S/PKI pada tahun 1965. Beliau tergabung dalam bagian intelijen Batalyon Infanteri 310/Kidang Kencana Kodam Siliwangi.
Tak hanya itu, almarhum juga pernah terlibat dalam misi penyusupan berbahaya ke Malaysia saat terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia. Dalam menjalankan tugas yang penuh risiko tersebut, Andi Nurdin berhasil selamat, namun rekan-rekannya, Usman dan Harun, tertangkap dan kemudian dihukum mati.
“Setelah kembali dari penugasan tersebut, bapak kemudian menjadi ajudannya Pak Nas (AH Nasution) saat beliau menjabat sebagai Ketua MPRS. Bahkan, pada sidang MPRS pertama, bapak yang bertugas mengawal langsung. Selama masa itu, bapak tinggal di Senayan,” kenang Nurrohmah.
Saat ayahnya mengemban tugas sebagai ajudan Jenderal Nasution, Nurrohmah masih seorang anak kecil. Dedikasi Andi Nurdin terhadap negara membuatnya jarang dapat berkumpul di rumah.
“Bapak biasanya pulang bertugas paling lama enam bulan di darat, kemudian kembali bertugas lagi. Beliau tidak pernah tinggal di Batalyon, sehingga tidak pernah menempati asrama,” ungkapnya.
Perjalanan pengabdian Andi Nurdin juga membawanya bertugas di berbagai wilayah yang dianggap rawan gerakan separatis, seperti Padang dan Pontianak. Sebelum memasuki masa purna tugas, beliau mengemban amanah sebagai asisten di jajaran staf pimpinan Jenderal Yogie Suardi Memet.
“Saat bapak pensiun, saya baru memulai kuliah S1 di UPI, usia 18 tahun. Ketika bapak menjadi ajudan, saya masih kecil dan seringkali ditinggal karena tugas negara. Saya baru benar-benar memiliki banyak waktu berkumpul dengan bapak di usia dewasa. Alhamdulillah, saya masih diberikan kesempatan untuk merawat beliau hingga akhir hayatnya,” pungkasnya.
Jenazah almarhum Andi Nurdin rencananya akan dimakamkan dengan upacara penghormatan terakhir di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kebon Jengkol, Kota Sukabumi, pada Minggu pagi, (18/05/2025). Kepergian seorang pejuang dan tokoh militer yang telah mengukir sejarah bangsa ini meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, kerabat, dan seluruh masyarakat Kota Sukabumi.
Reporter: Fira AFS | Redaktur: Ujang Herlan











