JURNALSUKABUMI.COM – Debat publik pemilihan kepala daerah Kota Sukabumi berlangsung sengit antar pasangan calon (paslon), di Grand Cikareo, Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi, Jumat (08/11/2024) malam.
Debat dilaksanakan dalam enam sesi, pada empat dan lima para paslon menjawab pertanyaan panelis dan menjawab pertanyaan antar paslon.
Pada momen ini, paslon 01 Achmad Fahmi dan Dida Sembada menanggapi soal ketahanan keluarga.
“Kita ingin menyampaikan pesan bahwa ketahanan keluarga itu menjadi fungsi dalam membangun kota sukabumi itulah sebabnya kenapa kami tanyakan bagaimana pendapat pasangan 2 dan 3 terkait ketahan keluarga krn ini menjadi sesuatu yang sangat penting dalam pendapat kami,” ujar Fahmi, Jumat (08/11) malam.
Dia juga menanggapi soal dampak cuaca ekstrem banjir limpasan yang terjadi belakang ini, menurutnya infrastruktur tata ruang kota telah tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Tata ruang ini kan sudah harus sesuai dengang perda nomor 1 tahun 2022 terkait RTRW tidak bisa juga masalah bencana musibah ini dikaitkan dengan kelengahan atau kelalaian pemerintah. Disana juga ada peran dan tanggung jawab swasta dan masyarakat,” ungkapnya.
“Jadi mari sama-sama kita jangan hanya mengkritik mari sama-sama kita beraksi, mari sama-sama kita bangun Sukabumi Kita,” sambung dia.
Sebelumnya, pada segmen pertama, paslon Fahmi menjawab pertanyaan panelis pada subtema nomor 4 yakni pelayanan sosial dan pemajuan kebudayaan. Dengan pertanyaan, bagaimana upaya untuk menjaga keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian budaya lokal tersebut.
Menurut Fahmi, keseimbangan budaya lokal dan modernisasi bisa dikembangan bersaman, salah satunya berkolaborasi dengan komunitas seni dan pariwisata.
“Bahwa selama 5 tahun kami menjabat telah kami lakukan sebuah proses modernisasi dan budaya lokal yang telah kita kolaborasikan berbagai aktivitas seni budaya termasuk juga budaya bersifat etnis kita kolaborasikan menjadi sebuah nuansa yang indah dalam lingkup pariwisata yang hadir di tengah kota Sukabumi,” ujarnya.
Dia menyebut, budaya lokal itu perlu modernisasi akan tetap bertahan, namun tanpa jati diri dari budaya lokal tersebut. Baik dalam hal budaya, keagamaan, etnis yang esensinya tetap dikuatkan.
“Sehingga antara modernisasi dengan budaya dengan keagamaan sesuatu yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya semuanya saling menguatkan sebagaimana kami melaksanakan proses keserasian dan keseimbangan serta harmonisasi,” ucapnya.
Reporter: Fira AFS | Redaktur: Ujang Herlan
Discussion about this post