JURNALSUKABUMI.COM – Sebanyak 25 warga asal Malaysia belajar sekaligus nyantri di Pondok Pesantren Salafi Terpadu Darussyifa Al-fitroh, Perguruan Islam Yaspida, Sukabumi. Ponpes yang berada di Kecamatan Kadudampit ini menunjukkan eksistensinya di kawasan Asia Tenggara dengan mempersilakan pelajar dan mahasiswa di negara lain ikut bergabung untuk mendalami ilmu agama dan ilmu duniawi.
Penanggungjawab Santri Malaysia Enzon ZM mengatakan, untuk tahun ini pihaknya menerima pelajar dari Negeri Jiran sebanyak 25 orang. Dengan dipercaya untuk mendidik puluhan santri dari negara lain menjadi suatu tantangan tersendiri bagi para pengajar yang ada di Ponpes. Sebab kultur budaya dan bahasa mereka sedikit berbeda. Ke-25 anak itu belajar di berbagai jurusan, mulai dari jurusan bidang keahlian dan bidang bisnis dan lainnya.
“Tahun ini ada 25 orang, 5 belajar di SMA Plus Yaspida, 15 Siswa belajar di SMK Terpadu 2 dan 5 orang bejalar di SMK terpadu I Yaspida. Mereka baru sebulan belajar dan diterima di sini dengan jalur beasiswa yang diadakan di negaranya,” jelas Enzon.
Dalam pelaksanaanya ada beberapa kendala seperti beradaptasi cuaca, lingkungan dan bahasa, mereka tetap siap dan terlihat nyaman dalam mengikuti beberapa pelajaran dan materi yang diikutinya. Rencananya, penerimaan siswa dari luar negara akan dilakukan secara berkelanjutan. Pasalnya, sebelumnya ponpes yang pernah dikunjungi oleh Presiden Jokowi ini menerima pelajar dari beberapa wilayah yang ada di Indonesia mulai dari Aceh hingga Papua.
“Saya merasa bangga dengan mereka. Karena semangatnya yang ditunjukan begitu tinggi. Dengan adanya mereka tentunya bisa membuat semangat baru bagi satri lain yang bersekolah disini,” ungkapnya.
Pelajar dari Johor Baru Malaysia Fandi Zulandry (16) mengaku senang bisa belajar di Indonesia. Meski, awal-awalnya merasa tidak betah karena lingkungan cuaca yang beda. Namun, seiring waktu dirinya bersama teman lainnya bisa beradaptasi dan mengikuti semua proses belajar. Berdasarkan pengakuannya, dia sebelumnya tidak taat beribadah secara baik, setelah masuk ke Pesantren ini, perlahan bisa mengubah sikap.
“Saya mulai beraktifitas mulai pukul 03.00 WIB pagi, dan pada pagi saya sekolah. Setelah sekolah kemudian saya mengaji dan mengikuti beberapa kegiatan diluar jam sekolah, “cetusnya.
Siswa lainnya, Herlina (15) menambahkan, belajar di Ponpes ini menjadikan hatinya tenang dan tenram. Apalagi saat belajar bersholawat membuat hati bergetar. Saat di Malaysia dia mengaku jarang ibadah. Malah, untuk bangun pagi juga sering kesiangan. Sudah habis sekolah langsung bermain dan main HP. Tetapi, saat masuk ke Ponpes ini dituntut untuk rajin dan disiplin.
“Awal-awal kaget soal cara beribadah, makanannya hingga cuaca. Tapi kami sekarang jadi mulai terbiasa, yang tadinya malas sholat kami sekarang tepat waktu, “cetusnya.
Sesepuh Ponpes KH. E.S. Mubarok mengatakan, bahwa dalam membagi dan menyebarkan ilmu tidak ada kata terbatas wilayah, adat dan kultur budaya. Nilai kesolehan harus seluas-luasnya disebarkan. Pasalnya, nilai moralitas adalah sesuatu yang penting bagi manusia dalam menjalankan hidupnya.
“Kami berprinsip, Ilmu itu mudah didapat, tetapi kesalehan dan moralitas sulit didapat. Makanya kami mengajarkan kepada santri lebih kepada moralitas dan kesalehan terlebih dahulu kemudian Ilmu. Orang berilmu banyak sekali, tapi orang yang saleh dan berilmu sangat sedikit. Untuk itu, kami mengharapkan mereka bisa berprilaku baik dan memiliki ilmu yang luas,” tandasnya.
REPORTER: YOga
REDAKTUR: Jon Digos
Discussion about this post