JURNALSUKABUMI.COM – Aktifitas wisata kuliner Eks Terminal Lama Sudirman Kota Sukabumi mulai memancing riak dan masalah. Sejumlah pedagang mengeluhkan omset turun drastis karena pengelola baru yakni PT Sagara Inovasi Sukabumi dituding tak memiliki kreatifitas pengelolaan sampai proses kurasi asal-asalan. Yang parah, dokumen kontrak dengan pemilik lahan yakni Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Sukabumi soal adanya komitmen dengan pengelola yang dilanggar, mulai bocor beredar.
Riak masalah itu pertama kali muncul dua hari terakhir. Di dalam akun ig @rahma.kitchen, persoalan-persoalan pengelolaan terminal lama dicuatkan ke publik. Akun tersebut disinyalir merupakan milik pedagang lama yang terkena kurasi dari pengelola baru. Kurasi disoal karena ada sekat pemisah antara pedagang yang memiliki KTP kota dan kabupaten. Di situ ia mengeluhkan prioritas pembeda antar sesama pedagang dari KTP yang dimiliki.
“Anehnya hasil kurasinya masih banyak juga dagangan yang sama lebih dari dua (jenis). Bahkan, 1 owner yang punya beberapa lapak dengan KTP yang berbeda pun masih banyak,” tulis deskripsi dari akun tersebut dikutip Minggu (4/5/2025).
Dalam kesepakatan awal, pengelola dari PT Sagara berniat membatasi jumlah pedagang di area kuliner. Sistematisnya, 1 pedagang hanya dijatah 1 tenda. Itu pun dengan satu komoditi yang dijual baik makanan atau minuman. Namun faktanya, jauh berbeda. Sontak, postingan IG tersebut banjir komentar-komentar dari netizen.
Sebut saja akun milik @resty.yunita90 yang mempertanyakan proses kurasi pedagang hingga ada pedagang lama yang tersingkir karena aturan tersebut. Ia menyindir pengelola baru dan memberi motivasi kepada pemilik akun agar terus bersemangat berjualan. Komentar nya itu dibalas pemilik akun @dhifayuuuu yang menyebut jika kepengurusan pengelola yang baru cenderung semakin ribet dan memiliki banyak aturan-aturan.
Yang mengerikan muncul dari akun milik amsal_afghani. Ia menulis SUARA RAKYAT : Kasus oknum pedagang yang mengatasnamakan pengurus sudah membawa kabur uang pedagang puluhan juta rupiah dan punya senjata api. Di kolom komentarnya ia menautkan dengan akun resmi milik kepolisian di berbagi tingkatan polres hingga kapolri. Desas-desus yang beredar, kasus penipuan tersebut sempat ramai saat awal-awal kawasan kuliner itu buka kembali setelah ditutup dua bulanan.
Di akun andikaputradermawan menyoroti kreatifitas pedagang yang semakin meningkat tapi tak berbanding dengan sepinya kreatifitas dari pengelola baru. Ia malah sengaja menautkan postingannya ke Wakil Walikota Sukabumi Bobby Maulana agar segera melakukan sidak. Sebab dari berbagai komentar yang dipantau media ini, sejumlah netizen mengeluhkan adanya ketidaknyamanan area kuliner yang saat ini justru banyak didominasi adanya aktifitas preman. “Mulai dari masuk parkiran aja udah ga nyaman,” beber pemilik akun riestaria dengan memajang emote sedih.
Sejumlah pedagang yang ditemui di area mengaku, kepengelolaan pengurus kuliner cenderung stagnan dan jelas mempengaruhi omset jualan mereka. Kondisi ini terjadi pasca libur lebaran 2025. “Kalau boleh jujur-jujuran, saya mending dikelola oleh PT yang lama. Bayar sewa mahal sedikit tapi aktifitas di sini hidup dan tidak sepi seperti sekarang,” ungkap seorang pedagang yang meminta namanya tak dimunculkan.
Penurunan penjualan yang ia rasakan sangat jomplang. Dalam sehari, pria yang menjual aneka minuman segar itu hanya bisa menjual 20 sampai 30 cup. Ini jauh dengan sebulan lalu. Dalam sehari, 70 sampai 150 cup mampu ia habiskan. Selain tak ada aktifitas rangsangan seperti bus ajak kami, ia menilai adanya portal parkir otomatis membuat pengunjung enggan berkunjung.
“Jadi adanya (portal) itu, kesannya mahal. Ia ke kami sekarang tarif parkir turun hanya dua ribu per hari. Tapi ke pengunjung, dihitung satu jam bayar lagi seperti masuk mal. Orang jadinya malas Kang,” jelasnya.
Di sisi lain, dokumen kontrak seleksi antara Disporapar Kota Sukabumi dengan pengelola eks terminal belakangan mulai beredar ke publik. Di situ, ada beberapa surat yang berisi klausul pernyataan yang dilanggar oleh pengelola. Di antaranya adalah surat pernyataan kesanggupan menyediakan fasilitas publik seperti WC umum, musala, pusat informasi dan panggung pertunjukan.
“Sampai detik ini saya belum menerima kepastian kapan panggung itu berdiri dan diisi acara-acara yang mancing orang jajan ke sini. Tidak ada sama sekali. Gak tau lah itu pengelola arahnya gimana,” tutup pedagang tersebut.
Dalam surat pernyataan yang diteken di atas materai itu, PT Sagara juga wajib menyediakan pusat informasi untuk pengunjung dan pedagang. Hanya saja, baru beberapa hari dipasang, tidak ada aktifitas apapun yang aktif di area kuliner. “Toa speaker sudah dipasang kemarin. Cuma liat saja. Sepi-sepi saja. Di kantornya tidak pernah ada orang,” timpal salah seorang pedagang lainnya.
Yang menarik, dari sumber yang diterima, PT Sagara dan Disporapar Kota Sukabumi dinilai gagal dalam mempercantik area kuliner. Ada surat klausul antara keduanya yang menyepakati pembangunan gapura selama satu bulan setelah kontrak ditandatangani. Fakta di lapangan pembangunan tersebut tak pernah terealisasi. Padahal isi suratnya, jelas, pengelola bersedia dituntut sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku apabila janjinya tak pernah dilaksanakan. Ironisnya, deadline waktu pelaksanaan dengan tenggat selama sebulan sudah berakhir pada 30 April 2025 lalu. Meski di atas kertas, kedua belah pihak sebetulnya sudah melakukan Mou kerjasama pengelolaan pada 15 Maret 2025 dan tanpa pernah terdengar melakukan proses addendum.
“Di awal-awal seleksi, pansel disporapar yang menegaskan bila surat-surat pernyataan itu dilanggar, maka otomatis pengelola yang melanggarnya langsung didiskualifikasi. Ini sampai sekarang tidak jelas,” ujar Kurniawan, salah seorang komanditer di perusahaan yang pernah mengikuti proses seleksi terminal. (ADV*)
Discussion about this post