JURNALSUKABUMI.COM – Dulu bekerja sebagai seorang Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) adalah sebuah kebanggaan karena bekerja dengan dasar-dasar nilai sosial yang berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berada di bawah binaannya.
Tapi saat ini, kondisinya berbalik 180 derajat. Kedudukan dan posisi TKSK berada dalam ujian berat karena selalu menjadi sasaran hujatan dan caci maki warga. Itu berlangsung sejak diluncurkannya program Bantuan Pangan Bin Tunai (BNPT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
“Tugas pokok seorang TKSK adalah menangani dan mencari solusi penanganan 26 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Tapi saat ini dipaksa untuk fokus pada penanganan dan pendampingan program PKH dan BPNT,” Kata Deni Hasbi, TKSK Caringin kepada jurnalsukabumi.com, Rabu, (10/3/21).
Bukan karena programnya yang salah kata Deni, tapi dalam implementasi di lapangan seorang TKSK kerap mendapatkan tekanan-tekanan dari pihak tertentu yang ikut dalam proses pengadaan komponen kebutuhan pokok untuk disalurkan ke setiap agen.
“Saya sering dicurigai ikut dalam proses penetapan calon supplier yang ikut memasok barang yang dijual melalui agen-agen yang ditunjuk oleh pihak bank BNI,” jelasnya.
Padahal yang menentukan diterima atau tidaknya produk bahan kebutuhan pokok yang salurkan melalui agen-agen di setiap desa sangat tergantung selera dan keinginan KPM. Bukan hasil kompromi antara TKSK dan pihak supplier yang ditunjuk.
“Setiap tanggal 10 dalam setiap bulan, KPM akan menerima saldo bank sebesar Rp200 ribu. Untuk pembelian beras Rp110 ribu dan Rp90 ribu untuk pembelian kebutuhan pelengkap lainnya,” jelasnya.
Pada bagian lain dia menjelaskan, jumlah kelompok penerima manfaat (KPM) di Kecamatan Caringin seluruhnya berjumlah 2800 KK. Dimana sebelum merebaknya Covid-19, jumlahnya hanya 1996 KK.
Di Kecamatan Caringin lanjut dia, ada 4 supplier dan 11 agen penyalur di 9 desa yakni Caringin Wetan, Caringin Kulon, Mekarjaya, Seuseupan Cijengkol, Cikembang, Sukamulya dan Pasir Datar Indah. “Hanya Desa Cijengkol dan Caringin Wetan yang memiliki 2 agen. Sementara desa lainnya hanya punya 1 agen penyalur,” tandasnya.
Untuk membentuk agen penyalur bahan kebutuhan pokok harus memenuhi 5 syarat yakni, ada warung tempat berjualan, sudah menjalani usaha warung selama 5 tahun, punya SIUP, NPWP dan rekomendasi kepala desa.
Reporter: Usep Mulyana | Redaktur: Ujang Herlan
Masukan komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator.