Oleh: Yuyun Suminah, A. Md
(Praktisi Pendidikan)
JURNALSUKABUMI.COM – Di tengah kondisi pandemi yang berdampak terhadap ekonomi, pemerintah Jawa Barat kebanjiran investor dan ini dimanfaatkan untuk memperbaiki ekonomi rakyat. Investor masuk untuk mengisi berbagai sektor, mulai dari sektor kesehatan, pariwisata, pendidikan Vokasi termasuk pendidikan di dunia pesantren yang notabenenya pusat pendidikan keagamaan tapi kini akan dipacu menjadi penggerak ekonomi masyarakat.
Seperti yang disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebutkan “pesantren menyimpan potensi yang besar sebagai penggerak ekonomi masyarakat dan pesantren dapat menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat”. Dalam temu bisnis dan pameran virtual pesantren, pesantren anggota OPOP (One Pesantren One Product) dipertemukan dengan mitra, investor sehingga mendapatkan tambahan modal hingga tembus 21 M (Opop. Jabarprov.go.id)
Pesantren yang tergabung ke dalam acara OPOP sebanyak 500 pondok pesantren. Setiap pondok pesantren unjuk kebolehan memamerkan produknya. Adapun 3 pondok Pontren (Pondok Pesantren) yang terbaik prodaknya adalah Pontren Miftahul Falah Kabupaten Karawang (beras), Pontren Jalalen Garut (produk peralatan edukasi pendidikan) dan Pesantren Al Isytirok Kabupaten Sukabumi (pembenihan ikan lele) 3 Pontren tersebut akan mendapatkan bantuan modal masing-masing sebesar 400 juta.
Benarkah bantuan tersebut bisa menggerakan ekonomi rakyat, atau justru hanya akan memudahkan investor untuk “bermain” di pesantren?
Dalam sistem kapitalis yang berasaskan sekuler yaitu memisahkan aturan agama dari kehidupan akan tercermin dalam setiap aktivitasnya. Dengan kebebasannya akan melakukan apapun sesuai keinginan penguasanya. Begitupun ketika pesantren sudah mulai disusupi dengan berbagai investor asing.
Para investor yang menanamkan modalnya pasti akan meminta keuntungan. Program ini, alih-alih memajukan pesantren dan masyarakat sekitar justru malah mengkapitalisasi pesantren sebagai alat keruk bagi para korporat. Pontren bukan lagi pusat pendidikan agama yang melahirkan generasi-generasi faqih fiddin (paham agama Islam yang kaffah) yang sangat dekat dengan al Qur’an dan Hadits, penjaga Islam yang terpercaya, ulama yang mampu menjadi cahaya di tengah kegelapan, dan ulama yang terdepan dalam melawan kedzaliman (amar makruf nahi munkar).
Tapi kini akan tergerus oleh paham kapitalisme dengan program pemberdayaan ekonomi tersebut pesantren jadi tersibukan untuk mencetak santri menjadi entrepreneur demi mewujudkan kemandirian ekonomi umat.
Jika Visi perjuangan pesantren telah bergeser maka sangat membahayakan eksistensi pesantren sebagai tempat memahami Islam Kaffah dan akan langka ulama, da’i/da’iyah yang lantang mengoreksi kedzaliman dan teguh memperjuangkan kebenaran (Islam kaaffah). Padahal kita bisa lihat bagaimana peran ulama / santri hasil didikan pesantren sebelum kemerdekaan, dari pesantren lahir pejuang-pejuang tangguh dengan semangat jihad mampu mengusir penjajah.
Jika pesantren justru sibuk dengan program-program arahan penjajah, lalu siapa yang akan mengusir penjajahnya?
Ingatlah, Pesantren bukan alat rezim jahat yang ingin melanggengkan kekuasaannya, maka suara ulama dan santri harus nyaring dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Sudah saatnya visi perjuangan pesantren fokus pada menghilangkan kedzaliman dan menghapus penjajahan dengan memperjuangkan syariah kaffah dan khilafah. Suara lantang dari ulama dan santri sangat diharapkan dan dinanti-nanti oleh Umat guna menyongsong kemenangan Islam.
Rasulullah SAW bersabda : “Perumpamaan para ulama di bumi adalah seperti bintang-bintang di langit yang bisa dijadikan petunjuk dalam kegelapan di daratan maupun di lautan.” (HR Ahmad).
Sungguh ulama waratsatul anbiya’ akan hebat lahir dari pesantren yang fokus dengan visi perjuangan yang sesungguhnya.
Wallahu a’lam bishawab.
Masukan komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator.