JURNALSUKABUMI.COM – Derasnya hujan yang mengguyur wilayah selatan Sukabumi, Senin (27/10/2025), menyulut bencana banjir bandang di Kampung Tugu, Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok.
Dalam hitungan menit, air bah dari Sungai Cisolok meluap, menenggelamkan puluhan rumah dan meluluhlantakkan harta benda warga.
Kini, genangan air memang mulai surut. Namun yang tersisa adalah lumpur tebal, perabotan rusak, dan wajah-wajah lelah warga yang berjuang membersihkan sisa bencana.
Di antara mereka, Dudun (40) masih tampak menggenggam sapu lidi dan ember kotor. Ia menyeka wajahnya yang basah, bukan hanya karena peluh, tapi juga sisa air mata. Rumahnya terendam hampir setinggi pinggang orang dewasa.
“Waktu itu saya lagi di rumah, hujan deras. Tiba-tiba ada orang teriak, air datang dari arah jembatan. Pas saya keluar, air sudah besar sekali,” ceritanya dengan nada masih gemetar.
Dudun hanya sempat menyelamatkan anak-anak dan beberapa barang penting sebelum air menyerbu ruang tamu. “Anak saya tiga, alhamdulillah selamat semua, tapi satu sempat terjebak dan diselamatkan warga. Barang-barang habis semua. Dompet, surat-surat, hilang,” tuturnya.
Tak jauh dari rumah Dudun, Asep (52) pemilik bengkel onderdil motor, berdiri menatap puing-puing tokonya yang hancur. Rak-rak logamnya rebah, oli dan baut berserakan di lumpur.
“Air naik cepat banget, sampai satu meter. Tanggul yang dulu saya minta dibongkar nggak juga dibenahi, jadi air tertahan di situ dan meluap ke sini,” ujarnya kesal.
Kerugiannya ditaksir lebih dari Rp100 juta.
“Bangunan ukuran 8×5 hancur, onderdil banyak yang hanyut. Yang bisa diselamatkan cuma sedikit,” tambahnya.
Bagi warga Kampung Tugu, banjir kali ini bukan yang pertama, namun menjadi yang paling parah dalam beberapa tahun terakhir. Banyak yang menduga tanggul sementara dan drainase di sekitar sungai tak mampu menahan debit air besar, apalagi setelah hujan terus mengguyur sejak siang.
Meski begitu, semangat gotong royong menjadi pemandangan yang mengharukan. Warga bahu-membahu mengangkat lumpur, mengevakuasi barang yang tersisa, dan membangun tanggul darurat dari karung pasir untuk mencegah banjir susulan.
Di tengah kepungan lumpur dan kerugian besar, mereka masih menyalakan satu hal: harapan.
“Yang penting sekarang kami selamat. Barang bisa dicari lagi, tapi nyawa nggak bisa diganti,” ujar Dudun lirih, menatap rumahnya yang separuh hancur.
Reporter: Ilham Nugraha | Redaktur: Ujang Herlan


Discussion about this post