JURNALSUKABUMI.COM – Program Makanan Bergizi (MBG) bagi siswa di SD Negeri 4 Pasirhalang, Kecamatan Sukaraja, Sukabumi, menuai kontroversi setelah sejumlah orang tua menemukan makanan yang tidak layak konsumsi, termasuk ayam yang masih berdarah dan ulat di sayuran.
Temuan ini memicu tuntutan audit mendalam terhadap dapur penyedia (SPPG) yang diduga beroperasi tanpa tenaga ahli gizi.
Rizki Lestari (36), perwakilan orang tua, mengungkapkan kekecewaannya atas menu harian yang membahayakan kesehatan anak. Menurutnya, keluhan utama berkisar pada masalah higienitas dan kualitas bahan baku.
“Banyak komplain. Kami temukan ayam masih berdarah berarti tidak matang. Kadang ayam gorengnya masih ada bulunya. Yang paling parah, pernah ditemukan ulat pada sawi di menu mie ayam,” tutur Rizki.
Selain itu, ia mencatat bahwa sayuran sering berbau asam dan memiliki tampilan kurang layak, sehingga tidak disentuh anak-anak.
Buah-buahan yang disajikan pun kerap dalam kondisi busuk, seperti salak dan jeruk yang ia nilai tidak bergizi.
Permintaan untuk menyediakan menu yang lebih bergizi, seperti telur utuh (rebus/bumbu), selalu ditolak oleh pihak dapur.
Dapur memilih menyajikan telur dadar yang dibagi untuk beberapa porsi, yang dikhawatirkan Rizki menggunakan telur dengan kualitas rendah atau pecah demi penghematan.
“Pernah ada anak yang sempat pusing. Makanya, kami himbau ke anak-anak, kalau makanan tercium bau atau apa, sudah jangan dimakan,” tambahnya.
Ketiadaan Ahli Gizi dan Audit Dana Dipertanyakan
Agus Mulyana, Ketua KNPI Kecamatan Sukaraja yang menerima aduan ini, langsung menindaklanjuti dengan mengunjungi dapur SPPG. Ia terkejut dengan fakta bahwa dapur tersebut tidak menggunakan tenaga ahli atau chef.
“Alasannya karena ini ‘masak massal’. Saya heran, masak mereka tidak bisa bayar tenaga ahli? Minimal tahu waktu dan cara memasak yang benar,” ujar Agus.
Ketiadaan tenaga ahli ini diperparah dengan dugaan penggunaan bahan baku rendah kualitas dan kurang bergizi.
Makanan sering diganti dengan pilihan yang dominan tepung, seperti nugget yang keras, dan bagian ayam yang disajikan pun seringkali hanya sayap atau bagian biasa.
Ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan anggaran. Ia mempertanyakan pengawasan pada akun virtual dana dapur, yang dinilainya rawan penyelewengan karena kualitas makanan yang terus menurun meskipun dana per porsi sudah ditetapkan.
“Saya yakin di dapur ini tidak ada ahli gizinya. Akun virtual dana dapur itu diawasi oleh siapa, kami tidak tahu, ini rawan sekali penyalahgunaan,” tegasnya.
Pihak sekolah sebenarnya telah berulang kali menyampaikan keluhan, namun perbaikan yang dijanjikan pihak MBG tidak pernah tuntas. Ketika Agus Mulyana mencoba mengkonfirmasi, pihak SPPG justru adu argumen dan terkesan menutup diri.
Agus juga mengkritik inkonsistensi program MBG yang seharusnya memberdayakan ekonomi lokal (UMKM) Sukabumi, namun nyatanya bahan baku seperti beras dan sayuran disuplai dari daerah lain, yaitu Cianjur.
Saat ini, pihak sekolah berencana untuk pindah ke dapur penyedia lain, meskipun kuota di dapur yang ada sudah penuh.
Sementara itu, Milenito S, Kepala SPPG Yayasan Khazanah Ibu Bahagia, hanya menjelaskan bahwa pihaknya sedang mengurus perizinan (SLHS) yang membutuhkan waktu.
“Untuk SLHS sudah diurus lagi pengajuan, karena kan banyak SPPG. Terutama setiap SPPG diwajibkan dan mungkin ada antrian, jadi tidak bisa sehari jadi. Kami dapat bocoran, 13 hari prosesnya paling cepat,” kata Milenito, tanpa memberikan keterangan lebih lanjut mengenai perbaikan kualitas menu dan higienitas secara langsung.
Orang tua berharap agar penentuan menu dan pengelolaannya dapat diserahkan langsung kepada mereka yang dinilai lebih memahami gizi anak.
Pihak KNPI telah berkoordinasi dengan otoritas terkait dan berjanji menjadwalkan kunjungan ke dapur SPPG untuk audit mendalam.
Reporter: Fira AFS | Redaktur: Ujang Herlan
Discussion about this post