JURNALSUKABUMI.COM – Aliansi Aktivis Kota mendatangi Gedung Sate di Bandung pada Senin, 11 Agustus 2025, untuk menuntut komitmen Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi alias KDM dalam mengatasi kerusakan lingkungan.
Para aktivis mendesak pemerintah untuk serius dalam menciptakan kota hijau dan memberantas “mafia perusak lingkungan” yang mereka tuduh bertanggung jawab atas kerusakan parah di Blok Cangkuang, kawasan Gunung Salak, Desa Cidahu, Kabupaten Sukabumi.
Koordinator Aksi, Bahtiar, menyoroti pembabatan pohon secara masif di wilayah tersebut yang telah menyebabkan bencana banjir dan kekeringan.
“Kami datang ke sini untuk meminta dan menagih janji Gubernur Jawa Barat. Kerusakan lingkungan di daerah kami semakin parah, sementara masyarakat terus menderita,” ujar Bahtiar, Selasa (12/08/2025).
Dalam audiensi yang difasilitasi oleh perwakilan kantor gubernur, aktivis menyampaikan kekecewaan mereka atas tanggapan pemerintah. Pihak pemerintah menyatakan bahwa program lingkungan baru akan dimulai tahun depan.
Ia menambahkan, seharusnya bisa mengurus masalah lingkungan agar sejalan dengan visi-misi. “Kalau pelaksanaannya tahun depan, berarti masyarakat harus menderita setahun penuh,” kata Bahtiar.
Menanggapi tuntutan tersebut, staf gubernur bidang lingkungan dan kehutanan, Ermawan Dalisaputra, berjanji akan menindaklanjuti. “Tuntutan ini akan kami selidiki kebenarannya, dan kami akan membentuk tim investigasi,” tegas Ermawan.
Aliansi Aktivis Kota menyerahkan empat tuntutan utama:
* Investigasi menyeluruh terhadap semua pihak yang terlibat dalam perusakan hutan.
* Penguatan infrastruktur mitigasi bencana.
* Pemberian bantuan dan kompensasi layak bagi warga terdampak.
* Pembentukan Satgas Khusus Lingkungan Hidup yang melibatkan masyarakat lokal.
Aktivis mengancam akan kembali dengan jumlah massa yang lebih besar jika tuntutan ini diabaikan.
Dampak Kerusakan Hutan di Gunung Salak
Aksi ini dipicu oleh bencana ekologis yang melanda kawasan Gunung Salak. Pada 3 Agustus 2025, hujan deras menyebabkan dua sungai utama, yakni Sungai Cibojong dan Sungai Rasamala, meluap, memicu banjir dan longsor di Cidahu dan Cicurug.
Salah satu tokoh masyarakat setempat, Rohadi (75), mengungkapkan bahwa penebangan pohon secara masif telah terjadi sejak dua tahun terakhir.
“Diperkirakan lebih dari 15.000 batang pohon telah ditebang. Dari sekitar 70 hektare hutan, hampir separuhnya kini dalam kondisi gundul,” ungkap Rohadi.
Kerusakan ini berdampak serius pada warga di tiga desa: Cidahu, Jayabakti, dan Pondokaso. Debit air bersih menurun dan kualitasnya memburuk. “Air yang dulu jernih, sekarang cepat keruh walau hanya hujan ringan,” kata Rohadi.
Rohadi menambahkan, kawasan yang sebelumnya dikelola ketat melalui skema HGU (Hak Guna Usaha) kini dibiarkan terbuka, dan vegetasi alami telah digantikan dengan lahan kosong yang diduga disiapkan untuk komersialisasi. Warga berharap pemerintah segera turun tangan.
“Harapan warga di sini Gubernur Jabar bisa melihat kondisi ini. Kami di sini dalam keadaan kekhawatiran dari bencana,” pungkasnya.
Reporter: Fira AFS | Redaktur: Ujang Herlan
Discussion about this post