JURNALSUKABUMI.COM – Di tahun 1830-an, onderneming (perkebunan) baru, dibuka untuk membudidayakan komoditas teh. Komoditas yang waktu itu dijuluki “emas hijau”. Walau berada di daerah terpencil jauh dari pusat Kota Sukabumi, perkebunan yang terletak di Desa Nagrak Utara Kecamatan Nagrak Kabupaten Sukabumi tersebut memiliki fasilitas lengkap, ukuran masa itu.
“Kota Satelit” menjadi julukan perkebunan sejuk berbukit di kurang lebih 504 (Mdpl) itu. Mengapa dijuluki Kota Satelit? Walau dalam pengertian teksbook disebut sebagai kota yang terletak di pinggir atau berdekatan dengan kota besar, yang secara ekonomis, sosial, administratif, dan politis tergantung pada kota besar, untuk perkebunan yang satu ini ada yang beda.
Beda karena sebutan “Kota Satelit” didasari kelangkapan fasilitas, kemandirian serta model tata kelola sistem sosial di dalamnya.
Baik! Mungkin debatable berbicara tentang istilah itu, tapi yang pasti perkebunan SINAGAR (Sinagar onderneming) di waktu itu disebut Kota Satelit.
Setelah diperluasnya areal/digabungkannya dua Afdeling. Yaitu Munjul & Cirohani menjadi NV Sinagar- Tjirohani pada tahun 1864. Lalu berkembang menjadi Estate Compani of Sinagar- Tjirohani pada tahub1883.
Perkebunan Teh Sinagar sebagai perkebunan pertama kemudian menjelma menjadi perkebunan teh terluas pada masanya di Hindia Belanda,
Adapun komoditi tanaman yang kemudian menjadi idola di wilayah perkebunan Sinagar ini di antaranya teh, kopi, kina, karet. Bahkan menurut informasi, tembakau juga pernah dikembangkan di perkebunan yang konon namanya diambil dari salah satu daerah di India. Srinagar (tentang ini akan kita bahas dalam tulisan lainnya, nanti).
Onderneming ini sangat luas kurang lebih 2,150 hektar, dengan hasil produksi teh per bulan menghasilkan 140.000 poundsterling dan menjadi lapangan kerja untuk sekitar 1.500 karyawan.
Berkembangnya perkebunan Sinagar tentu tidak lepas dari tangan dingin sang administrateur yang dikenal sebagai “Juragan Sepuh”. Ya, Juragan Sepuh, demikian Meneer Eduard Julius Kerkhoven dipanggil oleh warga pribumi.
Banyak jabatan yang diemban oleh Juragan Sepuh kala itu, di antaranya sebagai: – Ketua Sukabumi Landbouw Vereeniging 1881.- Ketua Perkumpulan Para Pemburu Thee Planter Preanger. De Jacht/ Jager.- Ketua Organisasi Pacuan Kuda Priangan, dan banyak lagi.
Aktivitasnya itu dikemudian hari dilanjut oleh putranya ARW Kerkhoven secara turun temurun.
Tercatat dalam sejarah, Meneer KAR Boscha, pemilik perkebunan Malabar, Taloen, pendiri Cikal bakal ITB dan pemilik Teropong bintang Lembang adalah keponakan EJ Kerkhoven dan sempat lama magang di perkebunan Sinagar ini sejak pertama datang menginjakan kaki di Hindia Belanda.
Kerkhoven Kerkhoven ini terus melanjutkan kepemimpinan perkebunan sampai memasuki era malaise (Moneter 1920- 1930) bahkan menjelang kedatangan Militer Jepang 1942 dan berkuasa. Rumah sakit perkebunan ini pernah merawat Orang- orang Germany yang waktu itu memang bersekutu dengan Jepang.
Luar biasanya selain rumah sakit, Perkebunan Sinagar pada masa itu sudah memiliki PLTA sendiri, arena pacuan kuda, kebun binatang, sistem irigasi yang sekali lagi “modern” waktu itu, jaringan listrik bawah tanah, bahkan mata uang sendiri dll, mungkin ini alasan sebenarnya mengapa dijuluki Kota Satelit.
Tentang kebun binatang, hewan di Sinagar menurut informasi cukup banyak, di antaranya kuda, anjing, gajah, beberapa jenis burung, ular, babi hutan dan monyet.
Torehan tinta emas lainnya, ada yang mengatakan rekor terbesar dalam Sejarah Dunia yang dilakukan Onderneming Sinagar bersama Parakansalak adalah turut memeriahkan peresmian mahakarya arsitektur keajaiban dunia, ya peresmian Menara Eiffel tahun 1889 dengan mengirimkan Rombongan Gamelan Sari Oneng ke Eropa juga Amerika.
Perkebunan Sinagar juga pernah dikunjungi para tokoh dunia di antaranya:-Arthur Earle 1889 (Buku Month in Java 1889).
-Frank G Carpenter, konsul Amerika 1901.
-Eliza Ruhamah Scidmore (Buku: Java, The Garden of the East 1897).
-Crockewit etc.
Walau tidak semua. Para tamu ini menuliskan dalam catatannya tentang pengalaman dari perjalanan mulai Batavia, Buitenzorg (Bogor) serta menjelaskan ketakjubannya saat menyaksikan dan menikmati fasilitas di Kota Satelit, kotanya Juragan Sepuh.
#dari berbagai sumber#Di antaranya: KITLV Leiden dan Tropen Museum. Kang Dida Hudaya, Frontman Jelajah Sejarah Soekaboemi (JSS), Kang Irman Musafir Sufi/soekaboemiheritages.
Redaktur: Jon Digos
Discussion about this post